
Jakarta – Pengamat Keamanan Siber Vaksincom Alfons Tanujaya menilai scan retina (iris mata) yang dilakukan pengguna dari WorldID tidak perlu dikhawatirkan siapapun. Pasalnya, data ini disimpan dalam empat server berbeda yang didahului dengan enkripsi.
“Jadi risiko tertinggi, andaikan ada orang bisa menggabungkan data dari empat server yang berbeda, andaikan ada yang mampu pecahkan kunci enkripsi itu, yang bocor ya data iris, yang mana juga tidak bakal terjadi,” katanya
“Data yang lebih bahaya itu sebenarnya data kependudukan seperti NIK dan KK, atau face recognition.”
Dengan begitu Alfons Tanujaya menyarankan pemerintah memanfaatkan kemajuan teknologi ini dibarengi dengan menyiapkan regulasi. Contohnya, pemerintah bisa meminta WorldID untuk menyimpan data penduduk Indonesia di server yang terdapat di Indonesia saja.
“Pemerintah lemah dalam pengelolaan sekuriti, jadi kenapa tidak manfaatkan kelebihannya WorldID yang memiliki kemampuan mengelola data? Lalu manfaatkan one person one id,” ucapnya.
Sebelumnya, Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) menghentikan sementara operasi Tanda Daftar Penyelenggara Sistem Elektronik (TDPSE) layanan Worldcoin dan WorldID.
Kebijakan ini ditempuh setelah PSE WorldID akan memberikan Rp 800.000 bagi orang yang mau data retinanya direkam di Bekasi, Jawa Barat (Jabar).
Tools for Humanity menanggapi pembekuan ini dengan menghentikan sementara layanan verifikasi di Indonesia secara sukarela. Langkah ini dilakukan sambil mencari kejelasan terkait persyaratan izin dan lisensi yang relevan.
“Kami berharap dapat terus melanjutkan dialog konstruktif dan suportif yang telah terjalin selama setahun terakhir dengan pihak pemerintah terkait. Jika terdapat kekurangan atau kesalahpahaman terkait perizinan kami, kami tentu akan menindaklanjutinya” tulisnya. (adm)
Sumber: detik.com