
Jakarta – Deepfake dibuat menggunakan teknik deep learning dan generative adversarial networks (GANs). Teknologi ini bekerja menganalisis dan mempelajari data dalam jumlah besar.
Hasil dari teknologi ini menciptakan rekayasa visual atau audio yang menyerupai peristiwa nyata, namun sebenarnya artifisial.
Vice President (VP) of Strategy dari Verihubs, Jason Hartono mengatakan konsep perkembangan teknologi deepfake sudah dimulai dari puluhan tahun lalu terutama dalam industri pembuatan film.
“Deepfake merupakan teknologi yang sudah berevolusi dari beberapa dekade lalu, bisa dilihat konsep awal teknologi deepfake sudah ada dari tahun 90an dimana teknologi ini digunakan untuk dunia perfilman,” katanya.
Cara Deepfake Meretas Sistem Keamanan dengan menggunakan aplikasi cloning untuk menggandakan aplikasi perbankan di ponsel dan masuk ke beberapa akun secara bersamaan. Hal ini mempersulit pendeteksian aktivitas penipuan secara real-time.
Kemudian, dengan Virtual Camera, dimana para penipu menggunakan kamera yang dimanipulasi secara digital.
Teknologi ini membuat pengguna mengalihkan apa yang dianggap aplikasi perbankan sebagai umpan kamera langsung ke umpan yang dimanipulasi secara digital.
Langkahnya menggunakan perangkat lunak atau bahkan menggunakan video dan gambar lokal yang telah disiapkan sebelumnya.
Selanjutnya, Face Swap berbasis AI membuat pelaku untuk mengganti fitur wajah seseorang dengan wajah siapa pun yang mereka unggah. Jadi, ini dapat menipu sistem verifikasi digital dengan mudah.
Metode ini juga ditampilkan dalam acara Faces of Fiction, yang menunjukkan betapa mudahnya teknologi ini disalahgunakan untuk tindak penipuan. Dengan semakin canggihnya AI, ancaman deepfake pun menjadi semakin nyata dan dapat diakses oleh siapa saja.
Risiko penipuan deepfake tentu bisa dicegah dengan berbagai cara seperti memanfaatkan teknologi canggih untuk melawan ancaman ini.
Jason mengemukakan banyak orang mengira liveness detection sudah bisa menghadapi deepfake, padahal kenyataannya tidak demikian.
“Liveness detection hanya dapat memastikan apakah wajah seseorang yang di depan kamera itu nyata atau bukan–foto cetak, foto digital, maupun topeng, tetapi tidak bisa mendeteksi apakah wajah tersebut autentik tanpa adanya real time digital manipulation,” jelas Jason.
Jadi, diperlukan teknologi yang lebih advanced, seperti Deepfake Detection, untuk menangkal kejahatan berbasis AI ini.
“Inilah alasan Verihubs mengembangkan Deepfake Detection, teknologi berbasis AI yang mampu mendeteksi manipulasi deepfake dengan lebih akurat,” tuturnya. (adm)
Sumber: detik.com