
Jakarta – Kementerian Komunikasi dan Digital Republik Indonesia (Kemkomdigi RI) menyatakan internet Wi-Fi 6E dan Wi-Fi 7 di pita frekuensi 6 GHz perlu diadopsi pemerintah. Langkah ini dilakukan bekerjasama dengan Indonesia Technology Alliance.
“Dengan mengadopsi Wi-Fi 6E dan Wi-Fi 7 pada pita frekuensi 6 GHz, Indonesia mengambil posisi strategis di peta digital global. Ini adalah bukti nyata komitmen kami dalam mendorong transformasi digital sebagai agenda nasional,” kata Menteri Komunikasi dan Digital, Meutya Hafid pada Ahad (9/2/2025).
Wi-Fi 6E dan Wi-Fi 7 menawarkan kecepatan hingga 46 Gbps, latensi yang lebih rendah, serta performa lebih andal di lingkungan padat pengguna.
Teknologi ini akan mendukung berbagai inovasi, mulai dari video ultra-HD, komputasi awan, realitas virtual (VR/AR), hingga otomatisasi berbasis kecerdasan buatan (AI).
“Transformasi digital tidak bisa menunggu. Dengan regulasi baru ini, kami memastikan bahwa infrastruktur digital Indonesia siap menghadapi masa depan,” ucapnya.
Meutya Hafid meneruskan konektivitas sebagai kebutuhan dan pondasi utama dalam pertumbuhan ekonomi, pendidikan, dan inovasi nasional. Oleh karena itu, pemerintah telah menerbitkan dua regulasi guna mendukung adopsi teknologi ini:
1. Peraturan Menteri Komunikasi dan Digital Nomor 2 Tahun 2025 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 2 Tahun 2024 mengenai penggunaan spektrum frekuensi radio berdasarkan izin kelas.
2. Keputusan Menteri Komunikasi dan Digital Nomor 12 Tahun 2025 tentang spektrum frekuensi radio berdasarkan izin kelas dan standar teknis alat/perangkat telekomunikasi untuk jaringan area lokal radio (Radio Local Area Network).
“Dengan pembukaan spektrum 6 GHz ini, Indonesia menjadi salah satu pionir di Asia Pasifik dalam mengadopsi Wi-Fi 6E dan Wi-Fi 7. Ini akan membawa peningkatan signifikan dalam kecepatan dan keandalan koneksi internet di seluruh negeri,” tuturnya.
Untuk memastikan perangkat yang menggunakan pita frekuensi 6 GHz beroperasi tanpa gangguan terhadap layanan lain ditetapkan pemerintah untuk standar pengujian yang ketat.
Pengujian perangkat dapat dilakukan di Indonesia Digital Test House (IDTH) atau Balai Besar Pengujian Perangkat Telekomunikasi (BBPPT) yang dimiliki oleh Kemkomdigi.
Namun, perangkat yang telah diuji oleh laboratorium pengujian lainnya yang diakui pemerintah atau berasal dari negara yang memiliki Mutual Recognition Arrangement (MRA) dengan Indonesia, tidak diwajibkan untuk diuji ulang di IDTH.
“Kami memastikan semua perangkat yang digunakan sesuai standar global dan tidak menimbulkan gangguan. Dengan sistem pengujian yang fleksibel dan terstandarisasi, industri bisa lebih cepat mengadopsi teknologi ini,” ujarnya.
Meutya Hafid mengajak seluruh pemangku kepentingan pemerintah, industri, dan akademisi untuk berkolaborasi dalam pengembangan teknologi nirkabel generasi terbaru.
Wi-Fi 6E dan Wi-Fi 7 bukan sekadar inovasi, tetapi motor utama dalam pembangunan ekonomi digital yang akan mendorong pertumbuhan startup dan bisnis berbasis teknologi.
“Kami mengundang semua pihak untuk bersama-sama menciptakan ekosistem digital yang inklusif dan kompetitif di tingkat global,” ucapnya. (adm)
Sumber: detik.com