
Jakarta – Mantan Komisioner Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) Periode 2018-2022, Agung Harsoyo berharap konsolidasi industri telekomunikasi terus terjadi di Indonesia. Langkah ini berlangsung akibat lelang frekuensi 1,4 GHz akan dilakukan Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi).
“Tak hanya di operator selular saja, tetapi juga di penyelenggara jasa internet, sehingga saya berharap nantinya lelang frekuensi 1,4 GHz tidak menambah jumlah operator penyelenggara jasa internet. Dengan jumlah operator selular yang saat ini ada dan anggota APJII yang mencapai 1.275 menurut saya sudah terlalu banyak. Ini tidak sehat bagi industri,” katanya.
Frekuensi 1,4 GHz akan dipergunakan meningkatkan penetrasi fixed broadband, sehingga Kemkomdigi dapat menentukan harga izin pita frekuensi radio (IPFR) sesuai kebutuhan.
Jika harga IPFR terlalu tinggi seperti selular, maka objektif pemerintah untuk menyediakan internet murah fixed broadband tak akan tercapai.
“Dari draft RPM ini Komdigi akan menggunakan frekuensi 1,4 GHz untuk penetrasi fixed broadband dan akan membagi wilayah layanan berdasarkan regional. Karena karakteristiknya beda dengan selular, maka harga IPFR harus terjangkau, sehingga BHP frekuensinya tidak bisa disamakan dengan selular,” ujarnya.
Indonesia pernah menerapkan mengalokasikan frekuensi untuk layanan Broadband Wireless Access (BWA) berdasarkan wilayah. Konsep BWA berdasarkan wilayah terbukti gagal dan seluruh perusahaan pemegang lisensi menghentikan layanannya.
Beberapa perusahaan menghentikan layanannya dan mengembalikan frekuensi yakni Bakrie Telecom, Jasnita Telekomindo (Jasnita), dan Berca Hardayaperkasa.
Prinsip dasar frekuensi adalah sumberdaya terbatas yang dimiliki negara harus optimal dipergunakan memberikan kesejahteraan bagi masyarakat dan negara.
Karena pengalaman ini diharapkan Kemkomdigi dapat melakukan lelang frekuensi secara nasional untuk frekuensi 1,4 GHz.
“Agar terjadi persaingan usaha yang sehat, Komdigi dapat menetapkan 2 pemenang lelang frekuensi 1,4 GHz secara nasional. Dengan lebar pita 80 MHz di frekuensi 1,4 GHz memang tidak optimal untuk satu operator menyelenggarakan 5G,” ucapnya.
Dengan begitu menciptakan persaingan usaha yang sehat Kemkomdigi harus mempertimbangkan adanya lebih dari 1 pemain di frekuensi 1,4 GHz. Jadi, UU Cipta Kerja, kerjasama dan spektrum sharing dapat dilakukan untuk penerapan teknologi 5G.
“Sehingga objektif Komdigi untuk mewujudkan kecepatan akses sampai dengan 100 Mbps masih dapat tercapai,” tuturnya.
Kemkomdigi diminta memberlakukan frekuensi 1,4 GHz berdasarkan wilayah, agar mampu harus mempertimbangkan daerah yang gemuk dan daerah yang kurus serta harus melibatkan lebih dari satu operator telekomunikasi.
“Jika Komdigi tak mempertimbangkan daerah yang gemuk dan kurus, maka kecenderungannya operator yang hanya memilih daerah yang menguntungkan saja. Dan enggan untuk membangun di wilayah yang kurus,” ucapnya.
“Sehingga objektif pemerintah untuk memperluas penetrasi broadband di seluruh wilayah Indonesia dengan harga yang terjangkau tak tercapai.” (adm)
Sumber: detik.com